Rabu, 17 Februari 2016

Mencermati Kasus Robohnya 5 Perusahaan Raksasa Jepang : Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo.


Hari-hari ini, langit di atas kota Tokyo terasa begitu kelabu. Ada kegetiran yang mencekam di balik gedung-gedung raksasa yang menjulang di sana. Industri elektronika mereka yang begitu digdaya 20 tahun silam, pelan-pelan memasuki lorong kegelapan yang terasa begitu perih.

Bulan lalu, Sony diikuti Panasonic dan Sharp mengumumkan angka kerugian trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka roboh berkeping-keping. Sanyo bahkan harus rela menjual dirinya lantaran sudah hampir kolaps. Sharp berencana menutup divisi AC dan TV Aquos-nya. Sony dan Panasonic akan mem-PHK ribuan karyawan mereka. Dan Toshiba? Sebentar lagi divisi notebook-nya mungkin akan bangkrut (setelah produk televisi mereka juga mati).


Adakah ini pertanda salam sayonara harus dikumandangkan? 
Mengapa kegagalan demi kegagalan terus menghujam industri elektronika raksasa Jepang itu?
Mari kita akan coba menelisiknya.

Serbuan Samsung dan LG itu mungkin terasa begitu telak. Di mata orang Jepang, kedua produk Korea itu tampak seperti predator yang telah meremuk-redamkan mereka di mana-mana. Di sisi lain, produk-produk elektronika dari China dan produk domestik dengan harga yang amat murah juga terus menggerus pasar produk Jepang.


Lalu, dalam kategori digital gadgets, Apple telah membuat Sony tampak seperti robot yang bodoh dan tolol.

What was wrong? 
Kenapa perusahaan-perusahaan top Jepang itu jadi seperti pecundang? 
Ada tiga faktor penyebab fundamental yang bisa kita petik sebagai pelajaran.

  • Faktor 1 : Harmony Culture Error.
Dalam era digital seperti saat ini, kecepatan adalah kunci. Speed in decision making. Speed in product development. Speed in product launch. Dan persis di titik vital ini, perusahaan Jepang termehek-mehek lantaran budaya mereka yang mengangungkan harmoni dan konsensus.

Datanglah ke perusahaan Jepang, dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang sangat mementingkan konsensus. Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu sekedar untuk menemukan konsensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan. Dan begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk baru, dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo.

Budaya yang mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi).

Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi menjaga “keindahan budaya harmoni”. Ouch.

  • Faktor 2 : Seniority Error.
Dalam era digital, inovasi adalah oksigen. Inovasi adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi ini tidak kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta budaya sungkan pada atasan.

Sialnya, nyaris semua perusahaan-perusahaan Jepang memelihara budaya senioritas. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan hampir pasti Anda tidak akan menemukan Senior Managers dalam usia 30-an tahun. Never. Istilah Rising Stars dan Young Creative Guy adalah keanehan.

Promosi dihampir semua perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang tua pasti didahulukan, no matter what. Dan ini dia : di perusahaan Jepang, loyalitas pasti akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai pensiun adalah kelaziman.

Lalu apa artinya semua itu bagi inovasi ? Kematian dini. Ya, dalam budaya senioritas dan loyalitas permanen, benih-benih inovasi akan mudah layu, dan kemudian semaput. Masuk ICU lalu mati.


  • Faktor 3 : Old Nation Error.
Faktor terakhir ini mungkin ada kaitannya dengan faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi. Jepang adalah negeri yang menua. Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia di atas 50 tahun.

Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang masuk dalam kategori itu. Kategori karyawan yang sudah menua.

Disini hukum alam berlaku. Karyawan yang sudah menua, dan bertahun-tahun bekerja pada lingkungan yang sama, biasanya kurang peka dengan perubahan yang berlangsung cepat. Ada comfort zone yang bersemayam dalam raga manajer-manajer senior dan tua itu.

Dan sekali lagi, apa artinya itu bagi nafas inovasi? Sama : nafas inovasi akan selalu berjalan dengan tersengal-sengal.

Demikianlah, tiga faktor fundamental yang menjadi penyebab utama mengapa raksasa-raksasa elektronika Jepang limbung. Tanpa ada perubahan radikal pada tiga elemen di atas, masa depan Japan Co mungkin akan selalu berada dalam bayang-bayang kematian.

Penulis : Yodhia Antariksa
Symber : Strategimanajemen.net, dikutip dari : jakartagreater.com, 15 Pebruari 2016.

Senin, 30 November 2015

Mengajarkan Rasa Syukur Pada Anak.


Rasa bersyukur atau rasa berterimakasih sangat penting untuk dikenal oleh anak-anak sejak dini. Yang paling sederhana adalah setiap anak kecil pasti diajarkan oleh orangtuanya untuk mengucapkan terima kasih setiap diberi sesuatu oleh orang lain. Namun apakah ucapan terima kasih cukup?  

Nah, ini ada beberapa tips untuk mengajarkan kepada anak untuk memiliki selalu rasa bersyukur, seperti dikutip dari berbagai sumber.  

1. Melakukan aktivitas sukarelawan bersama. 
Untuk mengajarkan bagaimana beruntungnya anak anda dengan kehidupan yang dimilikinya dapat dicontohkan dengan aktivitas sosial, seperti menyumbang barang bekas ataupun menjadi sukarelawan di acara sosial tertentu. Anda bisa juga membuat acara ulangtahun di panti asuhan dan lain-lain.

2. Berikan pujian bukan hadiah.
Berikan apresiasi kepada anak dengan pujian, bukan hadiah. Dengan memberikan hadiah secara terus menerus, lama-kelamaan anak anda akan mengukur segala sesuatunya secara materialistis. Jadi perlu dibiasakan untuk memberikan pujian sehingga anak mengerti bahwa sesuatu yang ia lakukan dengan baik lebih berharga daripada sebuah materi.

3. Berbagi cerita.
Buatlah kebiasaan sebelum tidur dengan anak anda untuk bercerita mengenai apa yang bisa disyukuri pada hari itu. Jangan lupa untuk memberi respons pada setiap cerita yang disampaikan oleh anak anda. Anda juga harus ikut berbagi mengenai cerita yang sama untuk memberi contoh kepada anak anda mengenai mengekspresikan rasa syukur.


4. Mengekspresikan rasa terima kasih terhadap yang dilakukan orang lain.
Cobalah ajarkan anak anda untuk mengucapkan terima kasih. Mengucapkan terima kasih dapat dilakukan dengan berbagai cara agar lebih mengesankan. Seperti melalui karya gambar sendiri, surat, video, dan lain-lain. Hal tersebut dapat juga mengajarkan anak anda untuk mau membuat hari seseorang menjadi lebih indah. 

5. Rasa tidak pamrih.
Sangat penting untuk dimengerti oleh anak anda bahwa setiap pemberian yang dilakukan olehnya harus disertai rasa ikhlas tanpa berharap kembali. Melakukan kebaikan tidak memerlukan alasan yang spesifik. Kebaikan dilakukan karena itu merupakan hal yang juga membahagiakan diri kita sendiri.

6. Lakukan seperti apa yang anda ajarkan.
Dalam setiap keadaan kita harus bisa bersyukur. Keadaan yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita pun harus disyukuri. Jadi anda harus selalu mau menjadi contoh kepada anak-anak anda dalam mensyukuri setiap keadaan. 

Penulis :
Sumber : student.cnnindonesia.com, Jumat, 27 Nopember 2015 13:03 WIB.