Pemberantasan korupsi giat dilakukan oleh Pemerintah melalui lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Belakangan, sejak terpilihnya Jenderal Sutarman sebagai Kepala Kepolisian RI, pemberantasan korupsi melalui lembaga Polri kembali gencar membidik para koruptor.
Misalnya tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menangkap pejabat Bea dan Cukai Tanjung Priok dan seorang pengusaha dalam kasus dugaan penyuapan, 29 Oktober lalu. Dua tersangka itu adalah Kasubdit Penindakan dan Penyidikan KPU Bea Cukai Tanjung Priok, Heru Sulistyono (HS), dan seorang pengusaha Yusran Arif (YA) diduga sebagai pemberi suap.
Kasus penerimaan suap itu rupanya sudah dipantau oleh kepolisian berdasarkan laporan dugaan transaksi mencurigakan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bahkan, PPATK juga menemukan indikasi dugaan pencucian uang yang dilakukan tersangka Heru Sulistyono. Penyidik pun segera memblokir rekening PNS Pajak itu senilai lebih dari Rp11 miliar.
Sejumlah aset Heru disita penyidik sebagai barang bukti, mulai dari dua unit mobil Ford Everest dan Nissan Terrano, satu unit Air Soft gun, enam HP, dokumen Polis Asuransi, buku tabungan, dokumen transaksi, hingga dokumen-dokumen perusahaan.
Mirisnya, menurut PPATK, tren modus pencucian uang kini semakin canggih. Pelaku tindak korupsi juga bukan lagi banyak berasal dari golongan usia matang. Justru kaum muda kian marak ambil peran dalam korupsi.
Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso
Kepada VIVAnews, beberapa waktu lalu Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, membeberkan sejumlah modus baru dalam upaya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan para koruptor.
Bukan hanya pada kasus yang melibatkan pejabat Bea Cukai, namun ia pun mengungkap fakta-fakta baru yang ditemukan PPATK dalam kasus yang menjerat sejumlah tokoh. Seperti kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan aroma korupsi di Pemerintah Daerah. Berikut petikannya.
Kasus dugaan suap dan pencucian uang pejabat Bea dan Cukai yang ditangani Mabes Polri terungkap dari laporan penelusuran awal dari PPATK. Apa yang dicurigai PPATK dalam kasus ini?
Tersangka HS yang ditangkap oleh Polri sudah dilaporkan PPATK kepada kepolisian sejak awal tahun 2012, tetapi mungkin kepolisian baru menangkap sekarang karena harus mencari tindak pidana asalnya. Laporan hasil analisis PPATK jelas ada dugaan kuat melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Itu dibuat dalam bentuk Laporan Hasil Analisis. Untuk tindak pidana asal polisi menemukan kemungkinan itu suap.
Sejauh yang ditemukan PPATK, bagaimana modus tersangka dalam kasus ini?
Kalau soal modusnya yang soal polisi asuransi itu kami lihat kini sedang tren di kalangan koruptor berusia di bawah 41 tahun. Kalau koruptor yang senior itu biasanya beli rumah, beli tanah. Kalau koruptor yang agak muda ini biasanya beli polis asuransi atau saham. Orang mengira bahwa pihak pelapor PPATK itu hanya bank. Itu keliru. Pihak pelapor PPATK itu adalah penyedia jasa keuangan. Ada 17. Termasuk di dalamnya ada bank, asuransi, pedagang valuta asing, sekuritas, sampai koperasi dan pegadaian, itu adalah pihak pelapor kita. Kemudian juga penyedia barang dan jasa seperti properti, dealer mobil, dealer motor, barang antik, lukisan, toko emas. Sehingga kalau mereka tidak mengubah mindset dengan beli saham, reksadana tidak terlapor, itu keliru.
Kita akan dengan jelas dapat laporan kalau itu transaksi mencurigakan. Kalau orang beli polis asuransi dengan premi tunggal, misalnya pegawai (PNS) golongan III C, beli untuk anaknya diasuransikan Rp1 miliar, pasti akan ada laporan ke PPATK. Karena di luar profile keuangannya, gajinya berapa. Nanti dasar-dasar laporan itu tentu kita dalami.
Terkait tren modus pencucian uang model baru ini, apa PPATK juga menemukannya di kasus lainnya selain perkara pejabat Bea Cukai?
Saya kira ini harus jadi perhatian Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, karena saya melihatnya oknum pajak dan Bea dan Cukai itu sering sekali. Mungkin Bea dan Cukai ini baru yang pertama, tapi kita melaporkan bukan hanya satu ini, ada beberapa orang yang sudah kita laporkan juga, pajak juga begitu. Saya kita Inspektur Jenderal Kemenkeu harus ambil tindakan tegas terhadap orang-orang itu.
Jadi PPATK dengan Dirjen Kemenkeu itu sudah ada MoU kalau kami sudah melakukan sharing dengan Dirjen, kalau kami sudah ada Laporan Hasil Analisis (LHA), orang ini sudah diduga kuat melakukan TPPU. Jadi seharusnya tidak ditaruh di tempat-tempat yang strategis. Coba dimutasikan ke tempat-tempat yang bukan tempat strategis, sehingga tidak menimbulkan kasus seperti ini.
Tentu kasus korupsi dengan modus seperti ini tidak hanya di Kemenkeu saja, kalau korupsi yang paling besar itu paling tinggi ada di institusi Pemerintah Daerah. Seseorang kalau melamar jadi PNS Pemda, peluang korupsinya itu 1,6 kali lebih besar. Kalau orang melamar jadi PNS itu kemungkinan peluang korupsinya 1,1 kali lebih besar dari orang yang bukan PNS. Jadi memang lebih rentan.
Modus pencucian uang semakin hari semakin kreatif. Termasuk mendirikan perusahaan-perusahaan yang dimanipulasi. Apa pandangan PPATK?
Itu satu ciri lagi. Kalau ada pejabat atau pegawai di luar pekerjaannya dia punya CV atau PT, kalau di PPATK itu dalam kasus DW dia mengaku punya KTP ganda. Sebagai pegawai negeri dan sebagai pengusaha. Dan hampir di semua kasus korupsi mereka punya KTP dengan identitas ganda. Sama juga dalam kasus AM (Akil Mochtar), dia juga punya CV. Jadi perusahaan-perusahaan yang dimiliki pejabat atau pegawai ini yang digunakan sebagai sarana pencucian uang.
Apa yang akan dilakukan PPATK untuk menekan modus pencucian uang yang kian bervariasi ini?
Kita ingin memperluas lagi pihak pelapor, karena kami ingin profesi-profesi yang memungkinkan jadi gate keepers itu untuk jadi pihak pelapor. Profesi itu seperti notaris, akuntan publik dan pengacara itu kita ingin bisa masuk jadi pihak pelapor kita. Sebab, kalau notaris itu kalau menerima orang beli rumah dengan pembayaran tunai, bagi kita itu aneh. Seharusnya notaris tidak mau terima itu, arahkan dari transfer, karena harusnya curiga.
Jadi ke depan kita juga ingin notaris juga bisa ikut membantu pemberantasan korupsi. Notaris itu bisa bikin perusahaan, mengalihkan hak milik. Akuntan publik itu mengenai laporan keuangan, dia harus jujur menyampaikan apakah ini ada sesuatu, jangan menutup-nutupi. Sehingga kalau kami dibantu oleh sejumlah profesi itu tentu akan lebih sempit lagi ruang geraknya.
Yang kedua, kami usulkan sudah dua tahun ini, Rancangan Undang Undang Pembatasan Transaksi Tunai Sampai Dengan Rp100 juta. Itu sudah kita daftarkan di Prolegnas Pemerintah untuk bisa dibahas tahun depan. Lalu RUU Perampasan Aset. Pertambangan, kekayaan pejabat yang tidak wajar itu bisa dipertanyakan, dan kalau dia tidak bisa menjelaskan dari mana asal usulnya secara sah maka bisa dirampas. Ini namanya non confiction base, jadi perampasan aset tanpa pemidanaan.
Kenapa belakangan banyak pelaku korupsi yang masih berusia muda?
Memang banyak anak muda dalam penelitian PPATK, yang terkena korupsi itu kebanyakan di level pegawai. Seperti staf, sekretaris, dan sebagainya. Kita sudah lihat sendiri. Ini anak-anak muda ini dijadikan sarana korupsi, dijadikan sarana atasan-atasannya. Anda harus jadi whistle blower. Berani lapor karena Anda dilindungi Undang Undang. Begitulah pesan saya. Jadi di semua departemen, semua Irjen harus menerapkan aturan whistle blower dan dilaksanakan.
Para irjen harus lebih keras. Karena kita lihat dimana-mana terulang lagi, terulang lagi, seperti tidak ada takutnya. Padahal dengan adanya PPATK saya sudah melihat mereka seperti ikan di dalam akuarium. Mereka berenang-berenang saja tapi tidak melihat. Bebas. Padahal kita bisa melihat, karena bagi PPATK tidak ada rahasia. Saya bisa melihat semua rekening. Jadi kalau mereka tidak mau mengubah mindsetnya, tetap korupsi, yang pasti hanya tinggal tunggu waktu. Bagi yang sudah korupsi juga tinggal tunggu waktu. Karena sudah kelihatan di transaksi keuangannya.
Dalam kasus pejabat Bea dan Cukai apakah ada kemungkinan atasan juga ikut terlibat?
Ya kalau korupsi dalam jumlah besar, itu tidak mungkin sendirian. Tidak ada kejahatan korupsi dilakukan sendirian. Pasti ada keterkaitan. Tapi saya tidak mau mendahului penyidikan, biarlah polisi saja yang menyidik. Tapi karena orangnya sudah ditahan, saya pasti bantu. Ditahan itu kan 20 hari, tambah perpanjangan masa penahanan, jadi kami tentu tidak ingin membiarkan orang yang sudah ditengarai apalagi sudah ditangkap ini lolos begitu saja. Nanti pihak kepolisian pasti akan meminta pendalaman kepada pihak PPATK untuk aliran dananya, itu akan prioritaskan. Supaya sebelum masa penahanannya habis kita sudah kasih bukti-buktinya lagi. Terus bertahap.
Kasus ini sekarang ditangani pihak kepolisian, apakah PPATK yakin kasus ini akan tuntas dan serius ditangani?
Ini kan sudah pergantian pimpinan, saya kira Pak Sutarman ini kan backgroundnya reserse, dan selama ini saya bekerjasama dengan beliau sebagai Kabareskrim, saya menganggap beliau kooperatif. Ketika beliau jadi Kapolri mestinya beliau akan tetap konsisten. Saya menaruh harapan besar kepada Pak Sutarman. Dalam masa peralihan ini saja sudah menangkap oknum pajak dan bea cukai. Tentu kita mendorong untuk bersama memberantas korupsi. Di reskrim itu kan memang ada tim pidana ekonomi khusus dibawah Brigjen Arief. Lalu ada squad anti money laundring dibawah Kombes Agung. Jadi saya berharap sekali kepada semuanya untuk mari bersama-sama kita bekerja keras. Kita akan support data-data itu.
Kapolri Jenderal Pol Sutarman akan membentuk Densus Anti Korupsi. Bagaimana komentar PPATK? Apakah nanti bisa bentrok dengan KPK?
Silakan saja, saya tidak akan mencampuri urusan institusi Polri. Yang penting asal efektif dikerjakan, kita akan support. Dengan KPK lain, kalau KPK kan pejabat di lembaga negara. Kalau kepolisian lebih luas, bukan hanya korupsi. Untuk penyelidikan di level bawah juga biar dibersihkan semua, karena korupsi ini kan sudah mewabah, extra ordinary. Saya sih ingin KPK, Polri dan Kejaksaan bergandengan tangan kita PPATK mendukung dari belakang. Jika butuh data aliran dana apa kita support habis.
Terkait kasus Akil Mochtar, Anda pernah katakan suap itu juga melibatkan kepala daerah lainnya. Daerah mana saja?
Itu sudah mulai terungkap satu demi satu, saya tidak mau mempengaruhi penyidikan. Saya juga tidak bisa menyebutnya satu per satu. Saya ini kan istilahnya di badan intelijen, tidak bisa ngomong blak-blakan. Cuma clue-nya kan sudah saya sampaikan bahwa dalam era AM ini kita lihat ada transaksi pasangan calon kepala daerah pada waktu itu di luar Jawa. Biar saja KPK yang verifikasi semuanya. Karena kalau daerah saya sebut, itu kan sudah menyebut orang. Pokoknya kita bantu semuanya.
Kalau memang itu benar terjadi, artinya kasus sengketa Pilkada berpeluang ditransaksikan oleh oknum-oknum di MK maupun kepala daerah. Apa langkah PPATK mengeliminir hal tersebut?
Sengketa Pilkada ini mengenai kejahatan atau tindak pidana pemilu memang tidak menjadi tindak pidana asal di UU TPPU. Jadi yang jadi tindak pidana asal itu kalau ada suap. Kalau money politics tidak jadi tindak pidana asal di pemilu. Ke depan kita perlu menambahkan tindak pidana pemilu ini masuk juga sebagai tindak pidana asal di pencucian uang. Tapi untuk pemilu dan pilkada, hari ini tadi kami sudah mengerucutkan pembahasan MoU antara PPATK dengan KPU.
Kita usulkan supaya dana kampanye itu tidak terbatas hanya pada partai-partainya tetapi termasuk karena partai ini adalah rumah besar kita minta juga supaya rekening caleg-caleg itu bisa disampaikan kepada KPU agar diberikan kepada PPATK dengan diberikan surat kuasa secara sukarela. Jadi setiap caleg secara sukarela serahkan rekening yang akan digunakan untuk dana kampanye. Kalau tidak mau ya tidak apa-apa, tapi kan nanti siapa yang mau menyerahkan siapa yang tidak.
Jadi bukan dana kampanye partai tidak dalam satu rekening partai. Karena partai itu kan isinya caleg-caleg dan pengurus-pengurusnya. Kalau cara ini bagus sampai Pemilu 2014, nanti ini akan bisa dilanjutkan lagi. Setiap pilkada nanti seperti itu juga, balon menyerahkan rekeningnya. Sama seperti DPD, kenapa calon DPD bisa serahkan rekeningnya caleg tidak bisa? Dimaknainya harus sama, karena tak ada yang beda di mata hukum.
Terkait LHA Akil Mochtar, apa temuan signifikan dari PPATK?
LHA atau LPKM kan untuk pidana nanti harus diverifikasi dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Jadi biarlah jadi domain penyidik KPK, bukan domain saya katakan hal itu.
Kalau terkait kasus sengketa pilkada yang melibatkan Tubagus Chaeri Wardana, apa saja yang ditemukan PPATK?
Mengkonfirmasi apa yang sudah diberitakan media soal temuan mobil-mobil di garasi rumah Wawan, kita memang menemukan dalam transaksinya dia banyak melakukan cicilan-cicilan puluhan mobil. Alirannya kita tahu darimana, tapi nanti biar KPK yang ungkap. Kalau tuduhannya sudah dalam bentuk LHA, kita kan sudah menduga kuat ada pencucian uang. Kalau TPPU pasti melibatkan berbagai pihak.
Soal potensi Pemda lebih banyak melakukan korupsi?
Itu dari hasil penelitian dengan metode dengan perhitungan statistik, matematika. Disimpulkan PNS Pemda itu lebih rentan korupsi ketimbang PNS pusat. Itu karena memang kenyataannya data TPPU kita 67 persen itu tindak pidananya korupsi, dari 67 persen itu 54 persennya korupsi di instansi Pemda. Modusnya di pengadaan barang dan jasa, mark up, lalu memindahkan dari rekening APBD ke rekening pribadi. Itu biasanya menyangkut di bendahara. Kemudian, mark down untuk retribusi atau pajak daerah. Yang lainnya bentuk kongkalingkong.
Apa benar di kepemimpinan Pemprov DKI sebelumnya ada dana siluman di dalam anggaran hingga mencapai Rp2 triliun?
Kami sudah sampaikan LHA untuk Pemda DKI itu belasan kepada KPK dan Kejaksaan. Saya kira sudah mulai berjalan, kita dorong saja supaya korupsi di Pemda DKI segera dibongkar. Itu ada di pemerintahan yang lalu, bukan yang ini. Biar dibongkar KPK untuk korupsi yang dilakukan pejabat tinggi, untuk pejabat yang agak rendah ditangani Kejaksaan. Saya lihat itu sudah dari 2011, saya kasihkan terakhir laporannya yang sebelum Pak Jokowi jadi Gubernur. Yang tambahan ada pas bulan puasa kemarin dengan orang-orang yang sama.
Daerah mana saja yang paling rentan korupsi?
Yang daerah rawan itu Jawa, hampir semuanya daerah di Jawa itu merah. Yang kita tandai merah itu juga Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kepulauan Maluku. Papua agak merah. Makanya setiap kepala daerah itu harus jadi contoh pemberantasan korupsi, mereka harus jadi role model.
Penulis : Dwifantya Aquina