Sabtu, 04 Mei 2013

Untung Pesat Dari Bisnis Miniatur.



Orang yang sukses adalah orang yang jeli terhadap peluang bisnis di sekitarnya. Di tangan orang kreatif, bahan-bahan yang dianggap remeh-temeh bisa disulap menjadi bisnis dengan untung yang menggunung.

Ya, bahan remeh-temeh yang dimaksud adalah campuran antara tepung terigu, pengawet kue dan lem, atau clay. Dalam arti sesungguhnya, clay adalah tanah liat. Liat di sini berarti sifat bahan tersebut mudah dibentuk sesuai dengan keinginan pembuatnya. Ide bisnis clay muncul karena terinspirasi dari tanah liat yang bisa dibentuk sesuai dengan kreasi si pembuat.

Namun seiring dengan susahnya mendapatkan tanah liat dan harus berkotor-kotor untuk membuat kreasi, kini ada bahan yang mudah didapat, bersifat seperti tanah liat dan tentunya bersih dari kotoran. Itulah clay.

"Saya ini awalnya sekolah interior dan suka memerhatikan detail ruangan yang kosong. Agar enak dilihat, makanya ruangan harus diisi dengan pernik-pernik. Ide usaha bermula dari situ dan saya mulai mencari ide bisnis soal miniatur," kata pemilik usaha Clay, May Kartanegara.


Pada dasarnya, pernak-pernik clay ini menekankan miniatur yang unik dan lucu. Semakin kecil kreasi dari clay ini, maka semakin tinggi nilai seninya. May akhirnya mencoba kreasi membuat miniatur ikan koi yang diletakkan dalam sebuah toples kecil. Keinginannya membuat miniatur clay dengan bentuk ikan koi karena May hobi memelihara ikan koi.

"Lagi pula dalam kepercayaan kami, ikan koi merupakan lambang panjang umur. Kebetulan ada teman yang sedang ulang tahun dan saya menghadiahi miniatur ikan koi tersebut," tambahnya.

Kesuksesan bisnis miniatur dari caly yang dijalankan May Kartanegara berawal dari pemasaran dari mulut ke mulut teman-temannya.


Banyak teman May yang menyukai miniatur yang dibuat itu. Untuk itu, teman-temannya meminta May membuat bentuk lain . Tawaran tersebut kemudian berlanjut, hingga sampai ada pemesan yang meminta dibuatkan miniatur produk-produk yang tersedia di supermarket, makanan dan lain-lain.

"Biasanya lebih sering menerima pesanan dari orang lain. Ada juga pemilik supermarket besar yang ingin dibuatkan produk-produk yang dijualnya dan ditaruh di troley," jelasnya.

May menganggap bahwa ide bisnisnya ini awalnya hanya sekadar iseng. Dia sebenarnya hanya ingin menguji kesabaran dirinya dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Sebab, dibutuhkan kesabaran super dalam saat membuat miniatur clay ini. Karena, setiap bentuk miniatur memiliki tantangan dan tentu saja menuntut kesabaran yang berbeda.

Harga miniatur clay yang dibuatnya pun bervariasi, mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 3,5 juta. May juga pernah membuat miniatur dari clay dalam bentuk pasar tradisional lengkap, seharga Rp 9 juta. "Ada yang satu jam selesai, tapi ada juga yang sampai dua hari," jelasnya.

Karena permintaan terus berdatangan, maka untung yang didapat May pun membesar. Dalam sebulan, omsetnya bisa Rp 40 juta. Dia pun lantas membuat usaha dengan bendera Tiny and Co.


Kebiasaan May Kartanegara membuat miniatur ini tidak lantas disimpannya sendiri. Dia pun membuka toko di Plaza Indonesia Jakarta sekaligus membuka workshop atau pelatihan membuat miniatur clay.

"Dengan workshop tersebut, anak-anak hingga orang dewasa bisa belajar membuat kreasi sendiri dan bisa menghadiahkan kepada orang yang disukanya," tambahnya.

Untuk biaya pelatihannya, May mengenakan tarif seharga Rp 75.000 per jam. "Nantinya kita akan dibimbing membuat miniatur untuk level pemula. Tapi bagi yang sudah ahli, maka hal ini bisa menjadi tambahan ilmu. Bahkan ada yang hanya ingin mengintip saya dalam membuat kreasi dan mereka langsung bisa membuatnya," tambahnya.

Bahan membuat clay ini memang khusus impor dari Jepang. Tidak takut ide bisnisnya dicuri oleh orang lain, May pun terus membuat kreasi-kreasi yang membuat orang makin tercengang. "Kami membuat miniatur yang menonjolkan tekstur warna dan bentuk semirip aslinya. Itulah yang membuat kami terus bertahan sampai sekarang," kata pencetus clay di Indonesia ini.


Penulis : Didik Purwanto 
Editor :Bambang Priyo Jatmiko
Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/, Sabtu, 4 Mei 2013, 15:03 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar