Senin, 24 Juni 2013

Pentingnya Pendidikan Kewira Usahaan Sejak Usia Dini.


Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia sudah lama dilakukan, bahkan di dalam program pemerintah yaitu repelita. Mutu pendidikan sangatlah penting untuk dimasukkan ke dalam agenda kurikulum pemerintah, pemerintah melakukan segala upaya agar mutu pendidikan di Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lain dan tidak mendapat julukan negara yang mutu pendidikannya rendah, maka pemerintah melakukan berbagai program dan inovasi pendidikan, seperti  pengadaan buku ajar dan buku referensi lainnya, peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan lainnya  melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi pendidikan, peningkatan manajemen pendidikan serta pengadakan fasilitas penunjang selalu dilakukan. Namun sampai saat ini mutu pendidikan masih jauh dari harapan.

Peningkatan mutu pendidikan merupakan peningkatan sumber daya manusia. Namun, sampai saat ini mutu pendidikan di Indonesia masih sangat rendah di banding dengan negara-negara tetangga seperti  Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam, dengan demikian kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah. Oleh karena itu, Indonesia kini menghadapi dua persoalan di dalam SDM, yaitu tantangan dari dalam dan dari luar negeri. Dari dalam negeri, kondisi ekonomi Indonesia semakin hari keadaannya semakin memprihatinkan sehingga banyak pengangguran di mana-mana. Hal ini salah satunya disebabkan oleh banyak lulusan SLTP  tidak melanjutkan ke SLTA, begitu pula dari SLTA tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi, sementara bekal keterampilan mereka sangat minim sekali. Sementara dari luar negeri, tantangan  sangat kompleks,  diantaranya adanya kesepakatan AFTA (Asean free Trade Area) dan ALFA (Asean Free Labour Area), konsekuensinya adalah tenaga kerja Indonesia harus memiliki SDM yang bagus dan mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar khususnya negara-negara ASEAN.

Melihat kondisi tersebut, maka dunia pendidikan harus mampu berperan aktif  menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Mereka tidak hanya cukup menguasai teori-teori saja, tetapi juga mau dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial dan mampu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut pengamatan  penulis, pendidikan yang mampu untuk mengatasi hal tersebut di atas yang paling tepat adalah pendidikan yang berorientasi jiwa entrepreneurship, yaitu jiwa yang berani dan mampu menghadapi problem hidup dan kehidupan secara wajar, jiwa kreatif untuk mencari solusi dan mengatasi problem tersebut, jiwa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.  Salah satu jiwa entrepreneurship yang perlu dikembangkan melalui pendidikan pada anak usia dini adalah kecakapan hidup (life skill).

Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan, adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yamg dikembangkan di sekolah.

Kerangka pengembangan kewirausahaan di kalangan tenaga pendidik dirasakan sangat penting, karena pendidik adalah “Agen Of Change” yang diharapkan mampu menanamkan ciri-ciri, sifat dan watak serta jiwa kewirausahaan atau jiwa entrepreneur bagi peserta didiknya. Di samping itu, jiwa entrepreneur juga sangat diperlukan bagi seorang pendidik, karena melalui jiwa ini, para pendidik akan memiliki orientasi kerja yang lebih efisien, kreatif, inofatif, produktif, dan mandiri.


KADERISASI WIRAUSAHA

Jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) dapat ditanamkan oleh para orang tua ketika anak-anak mereka masih berusia dini. Kewirausahaan lebih mengarah pada perubahan mental. Jadi, tak perlu dipertentangkan, apakah kemampuan wirausaha berkat adanya bakat atau hasil pendidikan. 


Mien Uno mengatakan bahwa untuk menjadi wirausahawan handal dibutuhkan "karakter unggul", yaitu meliputi:
  1. Pengenalan terhadap diri sendiri (Self Awareness)
  2. Kreatif
  3. Mampu berpikir kritis
  4. Mampu memecahkan permasalahan (Problem Solving)
  5. Dapat berkomunikasi
  6. Mampu membawa diri diberbagai lingkungan
  7. Menghargai waktu (Time Orientation)
  8. Empati
  9. Mau berbagi dengan orang lain
  10. Mampu mengatasi stress
  11. Bisa mengendalikan emosi
  12. Mampu membuat keputusan


Karakter tersebut, masih menurut Mien Uno, akan terbentuk melalui sebuah proses yang panjang. Dalam proses ini, orang tua anak perlu mengambil peranan. Orang tua perlu menyupervisi anak dengan memberi contoh yang baik dan menjaga agar ucapannya sama dengan tindakan. Selain itu, orang tua ikut memotivasi anak, mengevaluasi, dan memberikan apresiasi atas prestasi anak. Membangun jiwa kewirausahaan memang sangat penting, lebih-lebih dengan meningkatnya angka penganguran terdidik.

Mengutip pendapat sosiolog, Davit Mc. Celland, suatu negara bisa menjadi makmur jika memiliki sedikitnya dua persen entrepreneur (wirausahawan) dari jumlah penduduk. Sedangkan menurut data statisk BPS (2007), Indonesia baru memiliki 400.000 wirausahawan atau 0,18 persen dari jumlah penduduk. Untuk itu, Indonesia perlu secara serius mempersiapkan lahirnya generasi entrepreneur untuk mencapai kemajuan ekonomi yang pesat.

Bagi sebagian orang, pendidikan bisa menjadi faktor pendorong kesuksesan untuk berwirausaha. Seseorang memang tidak perlu berpredikat sarjana untuk menjadi pengusaha, tetapi dengan latar belakang pendidikan akademik, berarti akan banyak kesempatan terbuka, karena lebih luas wawasanya dalam melihat peluang bisnis yang ada.  Jadi, problem utama dalam membangun jiwa kewirausahaan adalah kurangnya kesadaran akan arti penting dan urgensinya menjadi pemuda yang mandiri dan berwirausaha.

Kini masih banyak pemuda terdidik dari organisasi kepemudaan yang lebih berorientasi kepada penggerak politik dan kekuasaan, karena mereka cenderung memilih cara instan untuk menjadi terkenal dan politisi handal, tetapi dari aspek ekonomi mereka jauh tertinggal. Jadi, tahap awal yang harus dilakukan dalam memberdayakan pemuda adalah membangun jiwa pemuda yang mandiri dan menanamkan semangat hidup berwirausaha agar kemandirian mudah dibangun. Dalam konteks ini, pendidikan seharusnya bukan sekedar untuk mencetak generasi terampil serta memiliki kompetensi tinggi, tetapi juga harus mampu mencetak generasi berjiwa wirausaha.

Ikon bahwa sekolah hanya mencari ilmu, lantas mencari pekerjaan, harus diubah menjadi mencari ilmu dan mengaplikasikannya di lapangan. Dengan demikian, pendidikan nasional harus mampu membawa generasi terdidik untuk menciptakan pekerjaan. Pendidikan kewirausahaan yang diajarkan sejak SD bisa mengubah tipe pendidikan nasional kita yang sudah terlanjur menjadi birokrasi minder karena melulu difokuskan untuk mencetak generasi baru yang hanya untuk mengisi kantor-kantor saja.

Dengan fakta angka pengangguran terdidik yang makin melonjak dari tahun ke tahun, kini tipe pendidikan birokrasi mendidik tidak layak dibiarkan terus menerus. Sekarang saatnya anak-anak sejak SD diajari untuk mengenal berbagai jenis kewirausahaan, sebagai alternative  menghadapi masa depan di luar cita-cita menjadi pegawai kantor. Mental priyayi sebagai konsekuensi dari birokrasi minder, yang selama ini menjadi tipe pendidikan nasional kita, harus mulai dihapus, sebab faktanya menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan di kantor selalu terbatas, sebaliknya, peluang kerja di luar kantor terbuka lebar untuk semua generasi.

Jika pendidikan nasional dibiarkan bertipe birokrasi minder, dikhawatirkan akan menambah angka pengangguran terdidik dari tahun ke tahun. Masih terlalu banyak lulusan perguruan tinggi yang bermental priyayi, sehingga tidak bersedia merintis usaha kecil dan memilih menganggur sambil mondar-mandir keluar masuk kantor menawarkan surat lamaran kerja yang dilampiri ijazah sarjana. Jika generasi muda dibiarkan bermental priyayi, ujung-ujungnya banyak di antara mereka yang hanya akan menjadi kuli di negara lain, sehingga makin menguatkan citra Indonesia sebagai bangsa kuli. Hal ini hanya bisa dihentikan dengan memberikan pendidikan kewirausahaan kepada anak-anak sejak  SD.

Sepenggal kisah/contoh kewirausahaan sejak dini yang mengkisahkan seorang wirausaha yang sukses di kota Bandung, sebut aja namanya Asep, waktu Asep masih duduk di bangku SD, kebiasaan setiap habis sekolah dia selalu mencari kardus-kardus bekas dan dikumpulkan, setelah terkumpul, kardus-kardus itu dijual ke lapak. Hasil dari penjualan kardus tersebut sebagian ditabung dan sebagian untuk uang  jajan. Setelah menginjak usia remaja, uang itu terkumpul banyak dan akhirnya dia memutuskan untuk memperbesar bisnis limbahnya dengan  membuka lapak sendiri, yaitu mengambil limbah-limbah kardus dan kertas-kertas dari pengepul. Dari keuletan dan kerja kerasnya tersebut, akhirnya Asep yang telah dewasa mulai mengembangkan bisnis barunya dengan jaul beli kain dari sisa-sisa eksport dari beberapa pabrik di kota Bandung  dan Jakarta. Dari bisnis limbah kertas dan kain itulah akhirnya Asep meraih puncak kesuksesannya dan menjadi seorang pengusaha yang cukup terkenal di kota Bandung dan bahkan bisnis yang sekarang dia geluti semakin maju dan semakin bayak jenis usahanya.


APAKAH WIRAUSAHA ITU?

Dari segi karakteritis perilaku, wirausaha (entrepreneur) adalah mereka yang mendirikan, mengelola, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan atau usaha milik sendiri. Wirausaha adalah mereka yang biasa  menciptakan lapangan kerja bagi orang lain  dengan memberdayakannya. Dari definisi di atas, mengadung asumsi bahwa setiap orang yang sehat akal dan pikirannya dapat mempelajari kewirausahaan dan bisa menjadi seorang wirausaha.


Di dalam melakukan kewirausahaan, menurut Mc. Clallend, ada beberapa karakter pokok yang harus dimiliki oleh  seorang wirausaha, antara lain:

1. Dorongan berprestasi
Semua wirausaha yang berhasil memiliki kegiatan besar untuk mencapai suatu prestasi.

2. Bekerja keras
Sebagian besar wirausaha mabuk kerja demi mencapai sasaran yang ingin diciptakannya.

3. Memperhatikan kualitas
Wirausaha menangani dan mengawasi sendiri bisnisnya sampai bisa mandiri, sebelum dia memulai usaha barunya.

4. Sangat bertanggung jawab
Wirausaha sangat bertanggung jawab atas usaha mereka baik secara moral, legal maupun mental.

5. Berorientasi pada imbalan
Wirausaha mau berprestasi, kerja keras dan bertanggung jawab, dan mereka mengharapkan imbalan yang sepadan dengan usahanya. Imbalan tersebut tidak hanya berupa uang, tetapi juga pengakuan dan penghormatan.

6. Optimis
Wirausahawan hidup dengan doktrin bahwa semua waktu baik untuk berbisnis dan segala sesuatu itu bisa.

7. Berorientasi pada hasil karya yang baik
Seringkali wirausahawan ingin mencapai sukses yang menonjol dan menuntut segala yang prima (first class).

8. Mampu mengorganisasikan
Kebanyakan wirausaha mampu memadukan bagian-bagian dari usahanya dalam upaya mencapai hasil maksimal bagi usahanya, mereka umumnya diakui sebagai komandan yang berhasil.

9. Berorientasi pada uang
Uang yang dikejar oleh para wirausahawan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan pengembangan usaha saja, tetapi juga dilihat sebagai ukuran prestasi kerja dan keberhasilan.

Jiwa kewirausahaan seseorang bukanlah faktor keturunan semata, namun dapat dipelajari secara ilmiah dan ditumbuhkan bagi siapapun. Yang penting dan yang utama adalah semangat untuk terus mencoba dan belajar dari pengalaman, “ gagal itu biasa, berusaha terus itu yang luar biasa“, mungkin seperti itulah gambaran yang harus dikembangkan oleh manusia, khususnya di Indonesia, agar tetap eksis dalam pertarungan bisnis yang semakin transparan dan terbuka.

Disarikan dari : http://stkip.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar