Darwin Silalahi, 51 tahun, terlahir di desa kecil bernama Hinalang, 3 km dari kota Balige, di pinggir tenggara Danau Toba, Sumatera Utara. Anak ke-5 dari 10 bersaudara. Lalu keluarganya pindah ke Siborong-borong, 22 km ke selatan Balige.
Setiap musim kemarau, sumur di Siborong-borong yang biasanya sebagai sumber air menjadi kering. Untuk mendapatkan air bersih buat keperluan masak dan minum, dilakukan dengan mengambil air yang ada di dataran rendah sejauh 4 km dari tempat tinggalnya.
Pagi-pagi buta sebelum berangkat ke sekolah, Darwin dan adik-adiknya berjalan kaki 4 km tanpa alas kaki menuju sumber air dengan ember kosong. Terasa ringan untuk turunnya tentu, namun ketika kembali dengan ember berisi air dengan mendaki, barulah amat melelahkan. Itu pun dengan langkah hati-hati agar air tidak tumpah dari ember.
Ortunya yang berjualan BBM kala itu, hampir tidak pernah memberikan uang jajan. Oleh karena itu, ketika teman-teman sekolah menikmati jajan waktu istirahat, Darwin dan adik-adiknya hanya bisa melihat teman-teman yang berjajan ria. Ia terpaksa menahan rasa ingin tahu seperti apa nikmatnya jajan pada jam istirahat di sekolah.
Bahkan untuk membayar uang sekolah pun Ibunya mengharuskan untuk membantu ortu dulu seperti mencuci piring dan alat dapur lainnya. Terkadang Darwin kecil sampai menangis karena sudah terlambat sekolah barulah kemudian diberi uang sekolah.
Di SD dan SMP, kebanyakan nilai pelajarannya hanya berkisar di angka 6, bahkan untuk pelajaran IPA ia mendapatkan angka 5! Ia tidak berprestasi di sekolah.
Suatu saat ketika kelas 3 SMP, ia pulang membawa pelajarannya yang telah dinilai oleh guru. Waktu itu kebetulan nilainya agak baik. Ayahnya sedang sakit kala itu, dan kerap dikontrol oleh dokter dari puskesmas. Dan saat itulah pak dokter kebetulan menanyakan perkembangan pelajarannya. Lalu dokter tersebut memujinya dan mengatakan bahwa ia anak yang pintar dan akan bisa berhasil, sambil menepuk bahunya.
Pujian itu membuatnya tiba-tiba memiliki rasa harga diri dan kepercayaan untuk nantinya menjadi seorang yang berhasil. Pujian tersebut berdampak besar pada semangat belajarnya yang tiba-tiba membara, menyala, dan bertekad untuk membuktikan bahwa pujian dokter tersebut benar.
Setahun berselang, di kelas satu SMA, Darwin mulai rajin belajar, ditambah motivasi para guru, hingga mendapat prestasi juara umum SMA N 1 Siborong-borong. Hal itu menggerakkan hati keluarganya untuk memberangkatkannya bersekolah di Jakarta.
Di SMA 9 Jakarta (sekarang SMA 70) pun Darwin kembali mendapatkan predikat juara kelas pada tahun-tahun berikutnya. Pada lembar ijazahnya, nilai matematikanya tertulis angka 10! Pak Guru Sinaga saat itu sebagai guru matematika mengatakan baru pertama kali ia memberikan nilai 10 untuk matematika di ijazah. Dan akhirnya ia pun diterima masuk di Jurusan Fisika, Universitas Indonesia.
Di Jurusan Fisika UI, ia lulus dengan cepat, 3,5 tahun dan meraih angka terbaik se-angkatan-nya. Darwin kemudian mendapatkan 4 surat undangan dari universitas-universitas di Amerika yang mengajaknya melanjutkan pendidikan di AS. Namun saat itu ia telah diterima bekerja di British Petroleum (BP). Pekerjaan yang dipilihnya karena untuk membantu keluarga.
Ketika mendapat tugas bekerja selama 2 tahun di Houston, AS, Darwin juga mengambil kesempatan untuk mengambil MBA di University of Houston, yang perkuliahannya berlangsung sore dan malam hari. Dalam program MBA itu ia berhasil menyelesaikannya dengan penghargaan Dean’s Award for Academic Excellence.
Setelah 7 tahun bekerja dengan BP, Darwin bekerja di Bakrie & Brothers dan menjabat sebagai direktur di usia 35 tahun! Direktur termuda saat itu. Lalu setahun kemudian beliau menjabat Plt. Direktur Usaha di Kementerian Pemberdayaan BUMN. Dan setelahnya ia menjabat sebagai CEO Booz Allen Hamilton Indonesia. Darwin menjadi orang Indonesia pertama yang menduduki posisi tersebut di perusahaan konsultan manajemen strategik ternama di dunia yang berkantor pusat di AS.
Setelah 3 tahun di Booz Allen Hamilton, Darwin mengikuti Advanced Management Program (AMP) selama 9 minggu di Harvard Busines School, Boston.
Tahun-tahun berlalu, di tahun 2007 Darwin ‘dipinang’ PT Shell Indonesia. Pengalamannya di bidang industri pertambangan dan gas serta kemampuan leadership-nya yang kuat mengantarkannya duduk sebagai Presiden Direktur PT Shell Indonesia.
“Sebagai manusia, kita tidak punya pilihan di mana dan di keluarga mana kita lahir dan dibesarkan. Akan tetapi, setiap dari kita adalah karya unik Tuhan yang menciptakan dan menyiapkan tempat tersendiri bagi kita di dunia ini. Sebagaimana tanaman, mekarlah di mana pun kita ditebarkan. Bloom where you are planted.” (Darwin Silalahi, “Life Story, Not Job Title,” KPG, 2013)
Penulis : Erry Subakri
Sumber : http://sosok.kompasiana.com/, 24 January 2014, 14:47 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar